STARJOGJA.COM,JOGJA – Implementasi Wolbachia dapat Dukungan Dana dari DFAT melalui WMP. Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM mendapatkan dukungan dana dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia melalui World Mosquito Program (WMP).
Pilot project implementasi teknologi Wolbachia untuk menanggulangi demam berdarah dengue (DBD) masih berlangsung di empat kota, Kota Jakarta Barat, Bandung, Semarang dan Kupang. Dari lima kota yang sebelumnya diintervensi, Kota Bontang akan selesai mengimplementasikan teknologi tersebut di awal 2025 mendatang.
Bagi empat kota yang terus melakukan perluasan di wilayah baru di tahun depan, project yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan bermitra dengan Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM ini mendapatkan dukungan dana dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia melalui World Mosquito Program (WMP).
“Dana ini sifatnya komplementer, melengkapi dana APBN yang telah dianggarkan,” jelas dr. Riris Andono Ahmad, Direktur PKT UGM pada acara kick off meeting di Yogyakarta. Dana tersebut, lanjut dr. Riris, akan digunakan untuk menyelesaikan project di empat kota tahun depan.
Hadir dalam kick off meeting ini Tim Kerja Arbovirosis Kemenkes RI, Asia Project Manager Communication & Engagement WMP, staf DFAT, perwakilan dari Universitas Udayana, Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM serta dinas kesehatan empat kota yang terlibat dalam pilot project ini.
Dukungan dana dari DFAT pada pilot project ini menggunakan skema partnership for healthy region initiatif (PHR). Dana ini diberikan oleh DFAT melalui WMP yang telah lama diketahui mengembangkan teknologi Wolbachia dalam pengendalian DBD.
Asia Project Manager Communication & Engagement WMP untuk Asia, Bekti Andari menilai bahwa pilot project implementasi teknologi Wolbachia di 5 kota telah berjalan dengan sangat baik. Meski demikian ada beberapa aktivitas yang akan lebih baik jika ada dukungan dana tambahan.
“Nah dukungan dana dari DFAT ini untuk fill the gap (melengkapi) pada kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan,” jelas Bekti.
Lebih detail, Bekti menjelaskan bahwa dukungan dana dari DFAT telah ditentukan jenis-jenis kegiatannya. Ia menyebutkan beberapa di antaranya adalah untuk pengelolaan project, pelibatan masyarakat, barang habis pakai, kegiatan peletakan ember dan pemantauan, pengelolaan data dan peta, produksi telur nyamuk di Universitas Udayana, dan isu lintas sektoral dengan menggunakan pendekatan GEDSI (gender equality/kesetaraan gender, disability/disabilitas, dan social inclusion/inklusi sosial).
“Kita harus memastikan bahwa program ini berdampak juga pada masyarakat rentan,” jelas Bekti secara spesifik.
Dukungan dana dari DFAT melengkapi dana APBN dan APBD yang telah digunakan sebelumnya. Ini tentu menjadi kabar baik dalam pilot project yang diharapkan akan menjadi metode pelengkap penanggulangan DBD di Indonesia.
Comments