STARJOGJA.COM, JOGJA – Peneliti UGM Kembangkan AI untuk Skrining TBC. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mendukung penelitian yang diinisiasi oleh peneliti UGM untuk mengembangkan perangkat lunak computer aided detection (CAD) berbasis teknologi artificial intelligent (AI)
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia dengan kematian yang diperkirakan mencapai 125 ribu pada tahun 2024.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mendukung penelitian yang diinisiasi oleh peneliti UGM untuk mengembangkan perangkat lunak computer aided detection (CAD) berbasis teknologi artificial intelligent (AI). Perangkat lunak ini dikembangkan untuk dapat digunakan dalam program pengendalian dan penanggulangan TBC.
“Ini yang ditunggu-tunggu,” ucap dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA, Ketua Tim Kerja Tuberkulosis Kemenkes RI pada pertemuan koordinasi yang dilaksanakan secara daring pada Senin (14/4) pagi.
Pada pertemuan tersebut, dr. Tiara menekankan pentingnya penemuan kasus TBC yang pada tahun 2024 diestimasikan sebanyak 1.092.000 kasus. “Namun (dari jumlah tersebut) belum ditemukan semua,” jelas dr. Tiara.
Penemuan kasus TBC secara aktif (active case finding/ACF) merupakan salah satu strategi yang telah dilakukan dalam rangka akselerasi eliminasi TBC. Teknologi AI dapat digunakan dalam ACF karena hasilnya lebih cepat dan konsisten. Selain itu, lanjut dr. Tiara, teknologi AI cocok untuk program skrining massal dengan biaya yang efektif.
Lebih lanjut, dr. Tiara menyampaikan bahwa sebetulnya payung hukum strategi pengendalian TBC sudah sangat kuat, yaitu Peraturan Presiden (PP) No. 67 Tahun 2021 tentang penanggulangan TBC. Salah satu strategi yang dimuat dalam PP tersebut adalah pemanfaatan hasil riset dan teknologi untuk skrining, diagnosis dan tatalaksana TBC.
World Health Organization (WHO) telah menyarankan penggunaan CAD untuk membantu membaca hasil X-ray. “Terutama untuk pasien yang berada di wilayah terpencil atau di fasilitas kesehatan yang tidak ada dokternya,” jelas dr. Antonia Morita I.
Saktiawati, PhD, Principal Investigator Project KONEKSI X-ray AI TB. Project ini bertujuan mengembangkan CAD berbasis AI untuk skrining TBC di daerah terpencil yang juga ramah gender dan inklusif bagi penyandang disabilitas.
Selain peneliti UGM, pihak lain yang terlibat adalah University of Melbourne, Monash University Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) dan Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPKMP).
Sudah ada empat negara yang mengembangkan CAD, yaitu: Belanda, India, Korea Selatan, dan Jepang. Sementara Indonesia, sebagai negara dengan beban kasus TBC tertinggi ke-2 di dunia, belum mempunyai CAD. Project ini diharapkan berkontribusi dalam penanggulangan TBC dan mewujudkan Indonesia untuk mempunyai CAD sendiri. Sebetulnya, CAD berbasis AI juga bukan tanpa kelemahan, karena ada biasnya.
“Ini terjadi kalau data-data yang dikembangkan tidak berasal dari populasi yang akan menggunakannya,” papar dr. Morita.
CAD yang akan dihasilkan oleh project ini diharapkan lebih cocok untuk diaplikasikan untuk masyarakat Indonesia karena dikembangkan menggunakan data-data dari Indonesia.
Project ini merupakan 1 dari 18 project yang didanai oleh program KONEKSI, sebuah program yang diinisiasi oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia. Jana Hertz, Tim leader Program KONEKSI menyampaikan bahwa 18 project tersebut dipilih dari 632 project yang mendaftar.
Terdapat tiga kriteria yang digunakan dalam menyeleksi project-project tersebut, yaitu: kemitraan antar lembaga, inklusifitas (kesetaraan gender, disabilitas, dan sosial), dan mempunyai potensi dampak nyata menjadi kebijakan. Menurutnya, project X-ray AI TB memenuhi tiga kriteria tersebut.
“Kami sangat menantikan hasil dari penelitian ini,” pungkasnya.
Comments