STARJOGJA.COM, SLEMAN – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman terus berupaya mengatasi permasalahan pengelolaan sampah untuk menindaklanjuti ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan dan desentralisasi pengelolaan sampah ke masing-masing kabupaten/kota.
Beberapa strategi telah dilakukan yakni dengan membangun Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST), optimalisasi Transfer Depo maupun Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R). Serta mendorong pemerintah kalurahan untuk dapat mengolah sampah ditiap wilayahnya melalui Badan Usaha Milik Kalurahan (Bumkal).
Kepala DLH Sleman, Epiphana Kristiyani menyampaikan, volume sampah di Sleman mencapai 601 ton per hari. Wilayah Kabupaten Sleman 43 persen merupakan daerah urban dan sisanya masih berupa pedesaan.
Penanganan sampah di pedesaan sudah secara mandiri ditangani masyarakat dengan membuat jugangan (lubang sampah), untuk pakan ternak maupun pupuk tanaman yang dimiliki serta sebagian dibakar.
“Sampah yang menjadi prioritas untuk ditangani adalah sampah di daerah urban yang jumlahnya sebanyak 330 ton per hari,” kata Epiphana, dikantornya, Selasa (10/12/2024).
Untuk mengatasinya, pada tahun 2023 Kabupaten Sleman telah membangun dua TPST yaitu di Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon (kecamatan) Kalasan dan Kalurahan Sendangsari, Minggir. Kedua TPST tersebut masing-masing menelan anggaran berkisar lebih dari Rp 20 Miliar.
“Untuk TPST Tamanmartani sudah beroperasi pada akhir tahun 2023. Sedangkan TPST Sendangsari dimanfaatkan pada awal tahun 2024,” ungkapnya.
Dijelaskan, TPST Tamanmartani saat ini mampu mengolah sampah sekitar 40 – 45 ton per hari sedangkan TPST di Sendangsari sebanyak 20 – 25 ton per hari.
Sampai sekarang dengan sarana yang dimiliki termasuk transfer depo, TPS3R, bank sampah serta support dari tiga kalurahan, Sleman bisa mengolah 104,4 ton sampah per hari.
Epiphana mengatakan, TPST Tamanmartani dan Sendangsari melakukan pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF). RDF merupakan bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari pengolahan sampah dan dikirim ke pabrik semen di Cilacap serta pabrik plastik di Pasuruan dan Sidoarjo, Jawa Timur.
Selain dua TPST Tamanmartani dan Sendangsari, pada akhir tahun 2024, Pemkab Sleman juga telah membangun satu TPST di wilayah Kapanewon Turi dengan anggaran APBD 2024, alat pengolah bersumber dari Dana Keistimewaan (Danais). TPST yang baru ini berkapasitas hampir sama dengan Sendangsari yaitu 50-60 ton per hari.
“Setelah TPST di wilayah Turi selesai dan beroperasi, maka sampah yang diolah juga bertambah dari 104 ton per hari menjadi sekitar 150 ton per hari,” katanya.
Menyelesaikan permasalahan sampah, imbuhnya, tidak dapat berjalan maksimal jika penanganannya hanya di hilir, tetapi juga harus dari hulu. Artinya, kesadaran masyarakat untuk memilah dan mengolah sampah organik dan anorganik sangat penting.a
Apalagi, Bupati Sleman juga telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor 30 Tahun 2022 tentang gerakan pilah atau olah sampah dari rumah. SE tersebut mengajak masyarakat agar sampah yang dihasilkan untuk dipilah sendiri bahkan jika perlu diolah secara mandiri.
“Kelihatannya sepele. Tetapi, ternyata kesadaran masyarakat untuk memilah tidak semua melakukan. Ini juga menjadi problem tersendiri dalam penanganan sampah,” ungkapnya.
Ditegaskan, TPST Tamanmartani dan Sendangsari tidak akan menerima sampah organik yang dapat menimbulkan bau busuk. Sebelum diproses menjadi RDF, sampah dari masyarakat yang dibuang langsung maupun lewat jasa pembuang sampah akan disortir di transfer depo.
Apabila sampah yang dikirim ke transfer depo diketahui sampah basah atau organik, maka petugas akan menolak dan dikembalikan.
“Kunci keberhasilan permasalahan sampah adalah bagaimana kesadaran masyarakat untuk mengolah dan memilah. Pemerintah Kabupaten Sleman sudah berusaha untuk mengatasi, tetapi peran masyarakat juga sangat penting. Mari kita bersama-sama menjaga kebersihan, Sleman menjadi rumah bersama,” pungkasnya.*
Comments