STARJOGJA.COM, OPINI – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dan mampu menopang perekonomian negara sehingga keberadaan UMKM sangat strategis dan menjadi salah satu fokus dalam program pemerintah. Jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2021 sekitar 64,2 juta atau 99,99% dari seluruh pelaku usaha. Kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah dari UMKM yaitu 97% juta dari seluruh tenaga kerja di Indonesia. UMKM mampu menghimpun 60,4% dari total investasi dan berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 61,07% dan sebesar 39,9% disumbangkan oleh Usaha besar (Ekon.go.id, 2021). Meskipun memiliki peranan yang besar, namun ternyata selama ini UMKM masih menghadapi banyak permasalahan, seperti adanya keterbatasan modal, teknik produksi, pemasaran, manajemen, dan teknologi. Potensi besar UMKM dalam perekonomian mendorong pemerintah menjadikan penguatan dan pemberdayaan UMKM sebagai salah satu program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Salah satu bentuk dukungan pemerintah sebagai upaya meningkatkan ketahanan bisnis UMKM adalah dengan mengeluarkan kebijakan pemberian kemudahan berusaha dalam rangka penguatan ekosistem investasi termasuk UMKM. Reformasi kebijakan telah dilakukan pemerintah, sebagai upaya mempercepat proses investasi, membuka lapangan pekerjaan dan memangkas proses perizinan yang panjang. Dengan terbitnya Undang- Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian digantikan dengan UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang merupakan pengintegrasian dari berbagai undang-undang yang ada di Indonesia sekaligus menyelesaikan permasalahan tumpang tindih peraturan di Indonesia. Terbitnya UU Cipta Kerja .diikuti dengan peraturan turunanya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang mengamanatkan diimplementasikannya sistem perizinan berusaha terintegrasi melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA).
Sistem OSS RBA merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan perekonomian nasional sekaligus menjadi jawaban dari keluhan pelaku usaha mengenai rumitnya birokrasi yang harus dihadapi dalam memulai usaha. Perizinan Berusaha didefinisikan sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sedangkan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat Risiko kegiatan usaha. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk
penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 5 Tahun 2021).
Sistem OSS RBA tersebut diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 Agustus 2021 lalu. Implementasi sistem OSS RBA tersebut juga merupakan bagian dari upaya peningkatan pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik pada saat sekarang ini memang masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan dalam menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta berdampak pada berbagai permasalahan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat dihadapkan pada harapan dan tantangan global sehingga menuntut peran serta pemerintah untuk lebih fleksibel serta tangkas dalam merespon segala perubahan termasuk dalam sektor kegiatan berusaha. Permasalahan yang terjadi pada kemudahan proses bisnis dan kepastian hukum ditengarai menjadi permasalahan yang dihadapi UMKM. Anggapan Masyarakat terhadap birokrasi perizinan yang tidak transparan dan berbelit-belit menjadi kendala bagi pelaku usaha dalam berinvestasi dan mengembangkan usahanya.
Meskipun selama ini pemerintah telah melakukan banyak perbaikan dalam aspek kemudahan berusaha, namun pada kenyataannya peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business/ EoDB) di Indonesia masih belum sesuai dengan harapan. Fakta ini menunjukkan bahwa sebenarnya ada indikator kemudahan berusaha yang belum dibenahi atau belum mencapai standar bagi kemudahan berusaha. Dengan peningkatan kualitas pelayanan publik dengan kebijakan kemudahan berusaha melalui implementasi sistem
OSS RBA tersebut diharapkan persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik akan mulai berubah, dari yang dulu sulit, lama dan berbelit prosesnya, sekarang lebih mudah, cepat dan transparan. Pelayanan publik juga dapat menjadi ukuran paling sederhana untuk melihat sejauh mana kinerja pemerintah dalam melaksanakan fungsinya. Dalam hal ini kinerja aparatur negara sebagai representasi pelayanan, Selain peningkatan kualitas pelayanan publik, implementasi sistem OSS RBA ini juga mampu memperkuat UMKM dalam kegiatan bisnisnya. Dengan memperpendek alur proses perizinan dan penyederhanaan persyaratan perizinan diharapkan akan dapat mendorong peningkatan kegiatan berusaha, terutama untuk pelaku UMKM.
Penulis
1. Sri Endhri Astuti (Mahasiswa MM UPN Veteran Yogyakarta)
2. Dr. Purbudi Wahyuni, MM (Dosen UPN Veteran Yogyakarta)
Comments