STARJOGJA.COM, News – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang angkat bicara terkait pidato Jokowi dalam pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada Minggu (20/10/2019). Dalam pidato itu, Jokowi tidak menyinggung sama sekali tentang agenda pemberantasan korupsi dalam lima tahun mendatang. Namun, Saut memandang lain dari isi pidato tersebut.
“Di pidato [Jokowi] ada disinggung mimpi NKRI tahun 2045, jadi secara eksplisit atau implisit pasti include didalamnya [soal] pemberantasan korupsi,” kata Saut kepada Bisnis Senin (21/10/2019).
Saut mengatakan bahwa akan sulit mewujudkan visi Indonesia emas pada 2045 tersebut apabila perilaku korupsi masih terus menghantui bahkan berlanjut.
Baca Juga : Presiden Jokowi Ingin Ciptakan Iklim Politik dan Ekonomi yang Kondusif
Menurut Saut, tidak ada teori yang bisa menjelaskan bahwa perilaku korupsi suatu negara bisa membawa negara itu sejahtera. Sejalan dengan pidato Jokowi, lanjut dia, Indonesia harus kompetitif dan salah satu indikatornya adalah minim korupsi.
“Jadi saya anggap Jokowi bicara mimpi 2045 itu didalamnya negara minim korup,” katanya.
Saut juga menyinggung soal indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia dan dibandingkan dengan negara-negara maju.
Menurut Saut, indeks persepsi yang tinggi datang dari a.l dalam menata perpajakan, pelayanan hukum yang baik, kepastian berusaha, jaminan kemanan dan perizinan, serta demokrasi bebas politik uang.
Pada masa pemerintahan Jokowi, IPK Indonesia memang mengalami perbaikan meski tak sigfinikan dengan bertengger di posisi ke-89 dari 180 negara di dunia dengan skor 38 pada 2018, berdasarkan data Transparency International.
Hasil itu naik tujuh tingkat dibandingkan dengan 2017 yang berada di posisi ke-96 dengan skor 37 atau naik 18 peringkat dari posisi ke-107 pada 2014. Adapun rentang skor penilaian ini adalah 0-100. Makin besar angkanya, menunjukkan paling bersih dari korupsi.
“Jadi praktis pemberantasan korupsi ikut didalamnya kalau tidak yang mimpi 2045 bisa geser ke 2500, misalnya. Jadi kita semua harus sepakat dulu dalam pidato termasuk di dalamnya penegakan hukum dan lembaga antikorupsi yang kredibel,” ujarnya.
Dengan demikian, Saut menilai akan lebih baik jika semua komitmen pemberantasan korupsi betul-betul dilaksanakan daripada terus disebut namun tanpa realisasi.
“Jangan skeptis dulu atas pidato itu. That is my personal view,” ujarnya.
Terpisah, pengamat politik dari Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menilai Jokowi kehilangan komitmen pemberantasan korupsi, seiring pidatonya yang nihil menyinggung persoalan rasuah.
“Menyayangkan pidato presiden yang menghilangkan kosakata korupsi, padahal di akhir jabatan periode pertama, isu korupsi menjadi yang terpenting, terlebih ada upaya pelemahan melalui sistem kerja KPK dan regulasi” katanya dalam keterangan tertulisnya.
Dedi juga mengingatkan seolah presiden mengulang apa yang dia sampaikan saat pidato kemenangan beberapa waktu lalu, di Sentul, Bogor.
“Mendengar pidato Presiden, menegaskan apa yang sudah disampaikan dalam pidato kemenangan waktu lalu, korupsi bukan prioritas, tentu mengkhawatirkan, bahkan dalam naskah pidatonya korupsi tidak muncul” katanya.
Menurut Dedi, komitmen pemberantasan korupsi merupakan faktor utama pembangunan. Dia menilai banyak sektor yang lumpuh karena maraknya praktik korupsi.
“Presiden pasti memahami, birokrasi kita sudah baik dari sisi prosedur, menjadi kacau karena sabotase koruptor, seringkas apapun keinginan presiden memotong jalur birokrasi, jika komitmen pemberantasan korupsi lemah, maka cita-cita hanya jadi wacana, sulit terimplementasi” katanya.
Comments