Flash InfoJogjaKUUniknya Jogja

Gereja Ini Jadi Saksi Penyebaran Ajaran Kristiani di Yogyakarta

0
gereja yogyakarta
Ilustrasi Gereja

STARJOGJA.COM,JOGJA – Perjalanan penyebaran ajaran kristiani di Yogyakarta punya sejarah panjang. Sejumlah bangunan gereja tetap berdiri tegak sebagai simbol kemegahan sejarah arsitektur religi di Yogyakarta.

Ini dia ceritanya!

1. Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius (Kidul Loji)

Gereja Santo Fransiskus Xaverius, atau yang lebih populer dikenal sebagai Gereja Kidul Loji, merupakan gereja Katolik tertua di Yogyakarta. Terletak di dekat Titik Nol Kilometer, gereja ini didirikan pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1800-an. Nama “Kidul Loji” merujuk pada lokasinya yang berada di sebelah selatan (kidul) benteng atau gedung besar (loji), yang dalam hal ini adalah Benteng Vredeburg.

Secara historis, kehadiran gereja ini awalnya ditujukan untuk melayani kebutuhan rohani para prajurit Belanda yang bertugas di Yogyakarta. Catatan pembaptisan tertua di gereja ini tertanggal 3 Desember 1812, yang sekaligus menjadi dasar pemilihan nama pelindung Santo Fransiskus Xaverius. Arsitekturnya mengusung gaya Eropa klasik dengan dinding tebal dan jendela besar yang mencerminkan kewibawaan bangunan kolonial pada masanya.

Meskipun telah berusia lebih dari dua abad dan sempat mengalami renovasi akibat beberapa kali guncangan gempa besar, bangunan utama Gereja Kidul Loji tetap terjaga keasliannya. Gereja ini kini menjadi pusat kegiatan bagi Paroki Santo Fransiskus Xaverius dan diakui sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya.

2. Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Marga Mulya

GPIB Marga Mulya memegang gelar sebagai gereja Kristen Protestan tertua di Yogyakarta. Berdiri megah di Jalan Marga Mulya (kawasan Malioboro), gereja ini dibangun pada tahun 1857 di bawah rancangan arsitek Ir. P.A. van Holm. Pada masa awal berdirinya, gereja ini dikenal dengan nama Indische Kerk dan menjadi tempat ibadah utama bagi warga keturunan Eropa serta pejabat Belanda yang bermukim di sekitar benteng.

Bangunan ini memiliki arsitektur bergaya Indis yang sangat khas, memadukan estetika Eropa dengan penyesuaian iklim tropis. Salah satu detail interior yang masih asli adalah tulisan berbahasa Belanda di ruang utama yang berbunyi “Die in Mij gelooft, heeft eeuwig leven” (Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia memperoleh hidup yang kekal).

Gereja ini sempat mengalami kerusakan berat akibat gempa tektonik pada tahun 1867, namun kemudian dibangun kembali dengan bantuan dana dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

Keunikan GPIB Marga Mulya terletak pada lokasinya yang sangat strategis, berdampingan dengan Istana Gedung Agung dan pusat keramaian Malioboro.

Gereja ini bukan hanya sekadar tempat ibadah aktif, melainkan juga bagian penting dari Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Pemerintah DIY terus mengupayakan pelestarian gereja ini sebagai destinasi wisata religi yang menonjolkan nilai sejarah dan toleransi.

3. Gereja Katolik Santo Yusuf Bintaran

Dikenal sebagai Gereja Bintaran, bangunan ini memiliki nilai historis yang sangat kuat bagi masyarakat lokal karena merupakan “Gereja Katolik Jawa” pertama di Yogyakarta.

Berbeda dengan gereja-gereja sebelumnya yang didominasi oleh jemaat Eropa, Gereja Bintaran yang diresmikan pada 8 April 1934 ini dibangun khusus untuk menampung umat Katolik pribumi. Tokoh besar yang pernah memimpin gereja ini adalah Mgr. Albertus Soegijapranata, uskup pribumi pertama di Indonesia.

Arsitektur Gereja Bintaran didesain oleh arsitek J.H. van Oyen dengan gaya yang lebih sederhana namun anggun, menekankan fungsionalitas bagi jemaat lokal. Pada masa perjuangan kemerdekaan, gereja ini memiliki peran ganda, selain sebagai tempat ibadah, ia juga pernah menjadi tempat pengungsian dan pusat koordinasi sosial. Bahkan, aula gereja ini tercatat pernah digunakan sebagai tempat belajar bagi siswa SMA Kolese De Britto pada masa awal pendiriannya.

Hingga saat ini, suasana budaya Jawa masih kental terasa di Gereja Bintaran, mulai dari ornamen bangunan hingga penggunaan bahasa Jawa dalam beberapa sesi perayaan liturgi.

4. Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman

GKJ Gondokusuman atau yang juga dikenal dengan sebutan Gereja Sawokembar, merupakan pusat sejarah bagi perkembangan jemaat Kristen Jawa di wilayah Yogyakarta. Jemaat ini mulai berkembang sejak awal abad ke-20 dan resmi “didewasakan” atau berdiri sendiri sejak 23 November 1913.

Gedung gereja yang kita lihat saat ini di Jalan LPP didirikan pada tahun 1930 untuk menggantikan bangunan lama (Gedung Jago) yang sudah tidak mampu menampung jemaat yang terus bertambah.

Secara arsitektur, gedung gereja ini menampilkan perpaduan antara gaya kolonial dan elemen lokal yang memberikan kesan hangat dan terbuka. Nama “Sawokembar” berasal dari keberadaan dua pohon sawo besar yang dulunya tumbuh simetris di depan gereja, melambangkan keseimbangan dan keteduhan. Gereja ini menjadi cikal bakal lahirnya banyak gereja Kristen Jawa (pepanthan) lain di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

Sejarah GKJ Gondokusuman juga sangat erat kaitannya dengan misi kesehatan dan pendidikan di Yogyakarta, mengingat kedekatannya dengan RS Bethesda (dulu rumah sakit Zending).

5. Gereja Katolik Santo Antonius Padua Kotabaru

Berada di kawasan cagar budaya Kotabaru yang asri, Gereja Santo Antonius Padua merupakan salah satu gereja bersejarah yang diresmikan pada 26 September 1926. Kawasan Kotabaru sendiri dulunya dirancang sebagai permukiman modern bagi warga Belanda ( Tuinstad atau kota taman), sehingga keberadaan gereja ini menjadi bagian integral dari tata ruang wilayah tersebut. Gereja ini dibangun atas inisiatif Romo F.X. Strater, S.J. untuk melayani umat yang tinggal di sisi utara kota.

Bangunan gereja ini menonjol dengan menara loncengnya yang khas dan fasad yang megah, mencerminkan gaya arsitektur Nieuwe Zakelijkheid yang populer pada zamannya. Lokasinya yang berdampingan dengan kompleks pendidikan Kolese Ignatius dan Kolsani menjadikan gereja ini sebagai pusat intelektualitas dan spiritualitas Katolik yang sangat berpengaruh. Atmosfer di dalam gereja terasa sangat sakral dengan pencahayaan alami yang masuk melalui jendela-jendela tinggi.

Baca juga : Polresta Sleman : 12 Gereja Besar Prioritas Pengamanan Saat Natal

Dukung Pariwisata Berkelanjutan, Novotel Suites Yogyakarta Malioboro Hadiri Undangan dari Sri Sultan HB X

Previous article

Mariah Carey Tetap Jadi Nomer Satu lewat All I Want for Christmas Is You

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Flash Info