STARJOGJA.COM, Info – Serial bergenre Adventure Comedy berjudul Gak Konek karya sutradara Marthino Lio menampilkan talenta-talenta Stand Up Comedian Indonesia seperti Arif Brata, Reinold Lawalata, dan Yono Bakri.
Film web series bertajuk “Gak Konek” ini mempromosikan wisata DKI Jakarta.
Bagi ketiga aktor tersebut, proses syuting “Gak Konek” yang sebagian besar dilakukan pada bulan Agustus 2025 terasa jauh dari beban pekerjaan.
Mereka menyebutnya sebagai “liburan berbayar” karena mengambil lokasi di sejumlah destinasi wisata ikonik Provinsi DKI Jakarta, mulai dari keindahan alami Kepulauan Seribu hingga denyut urban kawasan Blok M.
Percaya Marthino Lio
Keputusan Reinold Lawalata untuk bergabung dalam proyek ini menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap visi penyutradaraan Marthino Lio.
Reinold mengaku langsung menyanggupi tawaran tersebut, bahkan sebelum menerima skrip cerita. “Belum dikirim skripnya, saya udah bilang, aku mau Bang,” ujar Reinold.
Senada dengan Reinold, Arif Brata menyampaikan penghormatannya pada sosok Lio di balik layar.
“Saya melihat Bang Marthino Lio sangat berbakat sekali di dunia perfilman Indonesia, sangat berpengaruh sekali. Dia membawa cerita ini juga sangat fresh, memperkenalkan tentang Jakarta,” tutur Arif. Ia menambahkan bahwa melihat deretan cast yang merupakan teman-teman sejawat semakin memantapkan keputusannya.
Lio sendiri sebelumnya telah menjelaskan bahwa ide menyutradarai “Gak Konek” berawal dari ketidaksengajaan. Ia awalnya hanya diminta rumah produksi untuk merekomendasikan sutradara lain.
Namun, karena jadwal para sineas yang disodorkan memiliki keterbatasan atau tidak cocok, Lio melontarkan ide spontan untuk menggarapnya sendiri.
“Saya nyeletuk apa saya saja yang nge-direct, eh dijabanin, saya bingung,” kenangnya.
Keterlibatan penuh Lio ini, sebagai aktor pendukung sekaligus pengarah produksi, memberikan suasana kerja yang dinamis.
Proses kreatif web series ini juga didukung oleh naskah yang ditulis oleh Ari Kriting, yang juga berperan penting dalam memberikan masukan untuk pemilihan aktor.
Proses syuting serial ini berlangsung sangat cepat, yakni hanya dalam waktu lima hari, berkat kerja keras Director of Photography Umar Setyadi dan asisten sutradara (Astrada) yang kuat, Imaniar Octaviani yang membantu memecah pekerjaan secara efisien.
Web series “Gak Konek” sendiri akan ditayangkan dalam tiga episode, dengan durasi masing-masing antara 20 hingga 25 menit.
Petualangan dan nostalgia di Ibu Kota
Lokasi-lokasi syuting “Gak Konek” dipilih secara strategis dari opsi yang diberikan penuh oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Andhika Permata selaku produser eksekutif beserta stafnya.
alur ceritanya sengaja dirancang secara prosedural, membawa penonton menjelajahi tempat yang berbeda suasana di Jakarta, dari Kepulauan Seribu yang tenang hingga keramaian Blok M.
Dari sekian banyak lokasi, Pulau Seribu dinilai paling berkesan bagi ketiga aktor. Baik Arif, Reinold, maupun Yono, semuanya mengaku baru pertama kali mengunjungi Pulau Seribu. “Yang paling berkesan menurut saya sih Pulau Seribu ya. Ya, karena pertama kali,” kata Yono Bakri, yang berasal dari Kalimantan Timur.
Namun, momen unik terjadi saat syuting di kawasan Blok M. “Aku Blok M sih. Hal yang baru, Rumah Hantu,” ujar Reinold yang berasal dari Maluku, kemudian diikuti cerita unik oleh Arif Brata asal Sulawesi Selatan.
Arif mengenang Blok M sebagai yang paling berkesan karena ia berbelanja kaset tape di Blok M.
“Aku beli kaset tape Peter Pan sama Sheila On 7, bukan yang diska kompak (CD). Akhirnya belanja di situ. Itu unik sih, yang paling berkesan,” kenangnya, menyoroti perpaduan antara lokasi wisata modern dan toko-toko bernuansa nostalgia.
Reinold Lawalata sendiri berharap serial web ini dapat memberikan dampak positif, terutama bagi daerah asalnya.
Ia berharap film “Gak Konek” ini ditonton oleh pemerintah provinsi asalnya agar mereka terinspirasi untuk mengeksplorasi dan mengekspor tempat-tempat wisata yang ada.
“Soft Power” Indonesia Timur
Sebagai aktor yang mewakili Timur, ketiganya kompak melihat adanya tren positif terhadap budaya dan talenta dari wilayah mereka, yang layak disebut sebagai “soft power” Indonesia. Dan, di Jakarta, semua keanekaragaman budaya dan talenta ditampung menjadi satu.
Reinold Lawalata menyatakan, “Timur memang punya ciri khas tersendiri. Tapi kita tidak bisa pungkiri Jakarta juga adalah tempat semua seniman berkarya di situ, dan semua beranekaragam budaya, suku, ada di Jakarta. Jadi, menurut saya Jakarta sangat welcome dengan para seniman-seniman di luar sana.”
Kebanggaan juga diungkapkan Yono Bakri. Ia menceritakan bagaimana dahulu, di daerahnya, pikiran tentang Jakarta hanya sebatas Monas. Namun kini, ia dan rekan-rekan seniman lainnya bisa berkarya dan “mengharumkan” nama daerah.
“Siapa yang sangka ya muka-muka kayak gini bisa berkarya di Jakarta,” kata Yono.
Ketiganya setuju bahwa Timur saat ini adalah soft power Indonesia, ditandai dengan banyaknya musisi dan talenta yang muncul dan mendominasi, terutama di platform digital.
“Apalagi sekarang TikTok itu dirajain oleh musik-musik Timur. Dan setuju banget kalau di Timur banyak potensi yang bisa membuat harum nama Indonesia,” kata Yono. Yono bahkan memprediksi bahwa musik-musik Timur berpotensi besar untuk go internasional.
Momen profesionalisme di tengah syuting
Di balik suasana komedi petualangan, para aktor juga menghadapi tantangan profesionalisme.
Pasalnya, salah satu adegan mereka ambil gambarnya di bulan Agustus, tepatnya di dalam bus dan MRT, bertepatan dengan masa berkabung yang mendalam di tingkat nasional.
“Itu pertama kali kami lagi syuting, situasi hati sangat berduka karena ada peristiwa ojol yang dilindas waktu demo kan, tapi kami mencoba profesional juga, komedi juga. Jadi itu sih sangat berkesan,” kata Yono.
Lio juga mengonfirmasi bahwa syuting di bulan Agustus, saat terjadi aksi demonstrasi 17+8, menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam menjalani debutnya sebagai sutradara.
“Untungnya itu dua hari terakhir, dua hari terakhir kita syuting di bulan Agustus,” kata Lio.
Marthino Lio dan para kru mencoba mengatasi tantangan itu dengan ketenangan dan fokus penuh menjalani seluruh jadwal secara profesional, hingga syuting pun selesai.
Produser Eksekutif Andhika Permata mengatakan produksi “Gak Konek” merupakan kelanjutan dari komitmen Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta dalam mendorong minat wisatawan domestik untuk mengunjungi destinasi lokal.
Sebelum ini, Disparekraf Provinsi DKI Jakarta telah memproduksi dua karya, yaitu web series “Tiba-Tiba Ngeguide” (2022) dan “Amnesia Romansa” (2024).
Adapun serial web “Gak Konek” dijadwalkan tayang di dua platform Over-The-Top, RCTI+ pada 10 November dan Catchplay+ pada 20 November 2025.
Sumber : Antara
Baca juga : Film Abadi Nan Jaya Sudah Ditonton 11 Juta di Netflix







Comments