STARJOGJA.COM, Info – Yogyakarta dikenal sebagai kota kenangan dan bakpia, di setiap sudutnya jajanan khas ini hadir sebagai simbol budaya dan oleh-oleh wajib. Bahkan ada tagline Jogjakarta itu terbuat dari kenangan dan bakpia.
Perkembangan bakpia di Yogyakarta dinilai sangat pesat dibandingkan era 1980-an. Varian rasa semakin beragam dan tidak lagi terpaku pada tren lama. Untung Suroto pemilik Bakpia Prasojo, memulai langkahnya di Kulon Progo berawal dari produksi wingko pada 2018, lalu berkembang ke bakpia setahun kemudian.
“Saya mulai tahun 2018 itu bikin wingkonya dulu,” jelas pak Untung.
Meski tidak memiliki latar belakang produksi makanan, pengalaman sang istri yang pernah bekerja di industri oleh-oleh menjadi bekal awal.
“Kebetulan istri kan dulu pernah bekerja di salah satu produksi oleh-oleh,” katanya.
Proses pengembangan resep bakpia dilakukan secara mandiri melalui trial and error selama tiga bulan.
“Ini keasinan, ini kemanisan, ambiar,” kenang Untung tentang masa eksperimen yang penuh tantangan.
Ia memulai strategi pemasaran awal secara sederhana, melalui outlet warung dan promosi dari mulut ke mulut. Momen pandemi COVID-19 justru menjadi berkah tersendiri bagi usaha ini.
“Itu hampir setiap orang hajatan itu pasti pesen bakpia ini sampai seribu tas,” ungkapnya.
Saat ini, bakpia Prasojo telah memiliki tiga outlet di beberapa wilayah termasuk Wates dan daerah Palagan. Ia pun sudah mempersiapkan rencana ekspansi ke kawasan Malioboro.
“Saya ada mimpi bisa buka di seputaran Malioboro,” kata pak Untung penuh semangat.
Pemesanan bakpia Prasojo tidak hanya secara langsung, tetapi juga melalui sistem pre-order oleh pelanggan dari luar kota.
“Jadi jauh-jauh hari sebelum ke Jogja, tolong diantar ke hotel ini,” ujarnya menjelaskan pola konsumsi wisatawan.
Meski persaingan ketat, pak Untung tetap optimis dan percaya pada rezeki yang telah diatur.
“Kalau berkata saingan memang banyak banget, tapi saya yakin pasti ada rezeki di situ,” tuturnya.
Ia juga menanggapi anggapan bahwa makanan Jogja terlalu manis. Menurutnya, banyak konsumen dari berbagai daerah yang tetap suka selera manis.
“Ternyata tetap aja mereka makan manis,” ujarnya menepis stereotip kuliner Jogja.
Bakpia tak hanya menjadi oleh-oleh, tetapi juga simbol perjalanan dan kenangan.
“Jadi kayaknya belum ke Jogja kalau belum bawa bakpiah pulang ke rumah,” pungkasnya.
Baca juga : Bernama Asli Tou Luk Pia, Ini Sejarah Bakpia
Penulis : Syiam Savira







Comments