STARJOGJA.COM – Lava Bantal di Berbah, Sleman, destinasi wisata berbasis edukasi dan penelitian yang menyimpan jejak sejarah geologi ribuan tahun lalu.
Fenomena alam yang terbentuk dari pertemuan magma dengan air laut ribuan tahun lalu ini menyimpan jejak gunung api purba yang dulu berada di tengah laut, sebelum bergeser sekitar 600 kilometer dari garis lintang di laut selatan.
Kepala Jawatan Praja Kapanewon Berbah, Ari Wibowo, menjelaskan, proses terbentuknya lava bantal menghasilkan batuan berbentuk bulat dan halus menyerupai bantal.
“Masyarakat kemudian menamainya lava bantal karena bentuknya yang unik,” ujarnya.
Selain unik secara visual, daya tarik utama Lava Bantal terletak pada usianya yang jauh lebih tua di banding batuan lainnya. Kondisi ini membuat Lava Bantal menjadi tujuan utama penelitian geologi.
“Sudah banyak mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia datang, mulai dari Kalimantan, Sumatra, hingga Jakarta,” lanjutnya.
Ketua Bumkalma, Anggita, menuturkan bahwa Lava Bantal mulai dikenal luas sekitar tahun 2016–2017. Popularitasnya berawal dari batuan geosite yang berada di sisi barat kawasan, karena formasi batuan itulah yang kemudian dikenal masyarakat dengan nama Lava Bantal.
“Memang daya tariknya bukan dari pemandangan seperti wisata air, tapi lebih ke sejarah dan Ilmu Geologi. Ini wisata minat khusus, terutama bagi penelitian,” jelasnya.
Menurutnya, pengunjung umum tetap ada, terutama komunitas sepeda atau wisatawan lokal yang mampir saat akhir pekan. Namun, nilai utama dari destinasi ini kini semakin kuat setelah ditetapkan sebagai Geosite Nasional.
“Dari sisi fasilitas, pengembangan wisata ini sudah dimulai sejak 2018 dengan pembangunan pendopo, lalu berlanjut pada penataan taman tahun 2020. Ke depan, masih ada rencana pengembangan dan renovasi,” ujar Ari Wibowo.
Tantangan terbesar dalam menjaga destinasi ini adalah mempertahankan kelestarian batuan.
“Kadang ada penelitian yang mengambil sampel batuan. Kalau diambil kecil-kecil terus menerus, lama-lama akan mengikis,” ungkapnya.
Lava bantalsaat ini dikelola bersama oleh masyarakat melalui Paguyuban Pokdarwis Watu wadeg serta BUMKALMA (Badan Usaha Milik Kalurahan Bersama) yang melibatkan tiga kalurahan: Kalitirto, Tegaltirto, dan Jogotirto.
“Harapannya, wisata ini tidak hanya menjadi tujuan wisata keluarga, tetapi juga pusat edukasi geologi yang berkelanjutan,” tutupnya.
Penulis: Adita Isna Aryati
Baca juga: Wisdom Park UGM: Destinasi Wisata Edukasi yang Ramah dan Inklusi
Comments