STARJOGJA.COM, Info – Dalam rangka menjaga lingkungan dan menumbuhkan ekonomi hijau berkelanjutan, ecoprint menjadi suatu bisnis yang menjanjikan. Hal ini diamini oleh Arnie Leurima owner Kepyar Ecoprint dan Titik Yuliati, S.E. owner Joelishop, yang menyebut tren fashion berbasis ecoprint akan semakin berkembang di tahun 2025.
“Saya mulai bisnis ecoprint dari November 2019, awalnya mengikuti pelatihan di Gema Wira, kemudian mulai mendapatkan pesanan setelah mengikuti pameran di Jakarta,” ujar Titik kepada Star FM.
Salah satu alasan utama memilih bisnis ecoprint karena sifatnya yang ramah lingkungan serta keunikan motif dan warna alami dari tumbuh-tumbuhan. Produk ecoprint milik Titik telah dipasarkan ke Jakarta dan masih menunggu kabar terkait ekspor ke Dubai.
Sementara itu, Arnie Leurima pernah membuat pakaian bermotif ecoprint untuk Sandiaga Uno dan Duta Besar Indonesia untuk Italia. Produk-produk ecoprintnya yang berbahan dasar sutera dan katun, dipasarkan dengan harga Rp1,3 juta untuk kain sutera sepanjang 2,5 meter dijual di Bandara YIA.
“Kami memaduakan ecoprint dengan kain lurik atau tenun. Contohnya ini, gamis muslim berbahan lurik yang dipadukan dengan ecoprint saya bandrol dengan harga Rp500 ribu,” kata Arnie.
Joelishop saat ini aktif memasarkan produknya melalui berbagai platform, termasuk expo.id, serta mengikuti pameran di mal, seperti Plaza Malioboro. Selain itu, Joelishop juga memiliki gerai di Jl. Jaya Darma No. 58 Tegal Kenongo, Bantul dan bermitra dengan Perintis UKM Gemawira Yogyakarta untuk pembuatan seragam dinas.
“Ecoprint akan menjadi tren fashion 2025 dengan inovasi teknik pencetakan seperti e-print yang dilukis secara khusus. Warna biru dan hitam menjadi favorit karena unik dan cepat laku di pasaran, khususnya kalangan menengah ke atas,” kata Titik.
Kesadaran masyarakat terhadap produk ramah lingkungan semakin meningkat, edukasi ecoprint mengenai cara produksi maupun teknik pembuatannya semakin penting. Proses pembuatan produk yang memakan waktu cukup lama sehingga harga satu buah kaos berbahan katun dijual dengan harga Rp215 ribu.
“Ecoprint bukanlah batik, karena dalam pembuatannya tidak menggunakan malam, motif yang dihasilkan berasal langsung dari daun yang memiliki kandungan tanin. Bahan pewarna alami bisa berasal dari daun mangga, kulit jo lawe, atau kayu secang, tergantung teknik yang digunakan. Bahan yang cocok untuk ecoprint adalah yang tidak mengandung plastik, seperti sutera, katun, dan rayon, sementara bahan licin kurang cocok karena motif sulit menempel,” ujar Arnie.
Arnie lebih menyukai perpaduan ecoprint dengan bahan lain dibandingkan penggunaan ecoprint secara penuh. Sebaliknya, Titik memilih memadukan kain polos dengan ecoprint. Mereka berharap Ecoprint bukan hanya sekedar tren, tapi merupakan perkembangan fashion yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Penulis : Ernita Putri Andini
Baca juga : Santri Bisa Buat Batik Jumputan dan Ecoprint
Comments