STARJOGJA.COM, Info – Perjuangan yang tidak pernah berhenti dan keinginan untuk terus menjaga hutan, menjadi kunci utama kehidupan hutan yang ada di Suaka Margasatwa (SM) Paliyan. Setidaknya membutuhkan dua dekade untuk melihatnya kembali hijau dan lebat.
Tidak ada peristiwa heroik untuk mengungkapnya. Sebab, semua berjalan seperti layaknya peristiwa, ada pergolakan, pengorbanan, perbedaan, hingga kesabaran.
“Awal-awalnya suaka margasatwa Palian itu gersang mas. Jadi kalau kita lihat dari sejarahnya dulu eks hutan produksi itu kan banyak penggarapan di dalam. Terlebih lagi dengan kejadian (pada) era reformasi 97-98. (Hal) itu semakin memperparah kondisi Paliyan, banyak sekali penerbangan liar,” kata Siti Rohimah Koordinator Resort Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah SM Paliyan BKSDA Yogyakarta kepada Star FM Jumat (19/12/2025).
Siti menjelaskan kehidupan hutan di SM Paliyan bermula di tahun 2000 saat aturan pemerintah melindungi ekosistem di lahan sekitar 400 Ha itu. Kebijakan yang tepat menjadi sumber awal kehidupan itu muncul dan berlanjut hingga kini.
“Suaka Margasatwa Paliyan (SM Paliyan) ditunjuk menjadi sebuah kawasan konservasi dengan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 171/Kpts-11/2000 Tanggal 29 Juni 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta seluas 434,60 Ha dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.1870/Menhut VII/KUH/2014 Tanggal 25 Maret 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Paliyan seluas 434,834 Ha di Kabupaten Gunung Kidul DIY,” kata Siti.
Siti menjelaskan sebelum tahun 2000 Paliyan merupakan eks hutan produksi di bawah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan banyak penggarap hampir 1.500 orang.
“Makin kesini itu makin berkurang penggarap. Tahun 2015 itu terdata penggarap ada 933 penggarap, dengan jumlah sekitar seribu dua ratusan persil. Jadi selama 10 tahun, pendataan masih dalam proses. Di beberapa lokasi yang sudah terdata itu mengalami penurunan,” katanya.

Suaka Margasatwa Paliyan saat gersang (Gunawan S Mitsui Sumitomo)
SM Paliyan terbagi menjadi ada 4 blok pengelolaan yaitu blok rehabilitasi, blok perlindungan, blok khusus dan blok pemanfaatan. Awal kehidupan hutan dimulai saat hadirnya Presiden Megawati yang menanam pohon jati dengan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) tahun 2003-2004.
Program rehabilitasi terus bergeliat dengan hadirnya Mitsui Sumitomo Insurance Group (MSIG) tahun 2005 yang ikut itensif menghidupkan hutan Paliyan dengan konsep Hutan Kebun. Program ini menggunakan Multi-Purpose Tree Species (MPTS) atau jenis multiguna dengan 30 jenis tanaman pohon yang menawarkan beragam manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial secara bersamaan, tidak hanya menghasilkan kayu tetapi juga produk non-kayu seperti buah, pakan ternak, obat-obatan, dan memperbaiki lingkungan.
“Kenapa (bentuknya) hutan kebun ? Karena pada saat itu penggarap banyak sekali (sehingga) penggarap tidak serta-merta langsung keluar, tetapi mereka dilibatkan langsung dalam kegiatan rehabilitasi ini. Jadi mereka itu diminta untuk ikut terlibat menanam, tapi tidak boleh menebang, namun boleh memanfaatkan hasil panen buahnya pada saat itu,” katanya.
Tahun 2014 rehabilitasi berlanjut pada penanaman 22 spesies asli karst (native species karst) Gunungkidul berdasarkan hasil dari kajian pakar UGM. Lalu membagi lahan kerja rehabilitasi bersama dengan Mitsui Sumitomo untuk menghijaukan hutan Paliyan.
“Istilah petak ini adalah istilah dari Dinas Kehutanan pada saat itu. Jadi ada petak 136,137,138,139,140,141. Tapi istilah ini sudah jarang kita gunakan hanya untuk memudahkan saja, misalnya dari kami itu lebih fokus ke petak 136, sebagian ada di 138 dan 140, lalu untuk Mitsui Sumitomo ini lebih fokus ke petak 137 dan 141,” katanya.
Menghidupkan hutan bukan tanpa tantangan dan halangan. BKSDA dan Mitsui Sumitomo harus mengahadapi tantangan pemulihan hutan berupa penggarapan lahan. Sosialisasi konservasi hutan terus digalakkan tidak pada masyarakat sekitar, namun huga pemerintah kalurahan dan stakeholder terkait lainnya.
” Tidak hanya di kalurahan saja ya tapi kepadukuhannya juga kita sosialisasi, bahkan sosialisasi juga dilakukan ke penggarap,” katanya.
Tahap selanjutnya adalah tahap yang paling utama yaitu penanaman yang melibatkan masyarakat dengan aturan standar kehutanan. Selanjutnya adalah pemeliharaan yang bertujuan untuk memantau perkembangan tanaman. Tidak semua tanaman yang ditanam dapat tumbuh dengan baik karena kondisi cuaca Paliyan yang relatif kering.
” Curah hujan yang sedikit Itu akan memperparah kondisi tanaman yang belum kuat. Makanya ada kegiatan pemeliharaan 1 dan pemeliharaan 2, ada penyulaman, pemupukan, ada penyiraman, tergantung situasi kondisi ya,” katanya.
Menghijaukan hutan tidak lepas dari pemupukan. Melihat kondisi sosial di Paliyan, maka perlu melibatkan masyarakat dalam proses pemupukan. Pelibatan pemupukan oleh masyarakat ini sangat penting, agar dapat memberikan roda kehidupan bagi dapur mereka dan kedekatan program konservasi hutan.
“Pupuk kita beli dari masyarakat berupa pupuk organik sehingga jadi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat,” katanya.
Setelah dua puluh tahun perjuangan, akhirnya muncul secercah harapan. Hutan tidak lagi gersang, sedikit demi sedikit masyarakat kini mulai meninggalkan hutan. Masyarakat sekitar mulai merasakan betul manfaat adanya hutan yang mulai tumbuh.
” Perubahan tutupan hutan antara tahun 2000 dan tahun 2025 begitu kontras. Dulu gersang, sekarang tutupan hutannya sudah rapat. Hal ini diakui oleh masyarakat dan juga dibuktikan dengan banyaknya satwa yang ada dalam kawasan,” katanya.

Suaka Margasatwa Paliyan (Gunawan S Mitsui SUmitomo)
Kini SM Paliyan sudah menjadi rumah bagi satwa liar khas Paliyan dengan 41 jenis aves, 5 jenis mamalia, 13 jenis herpetofauna, 65 jenis kupu-kupu, dan 19 jenis capung yang kembali menempati habitatnya. Gunawan Setiaji Manager Lapangan dari Mitsui Sumito Insurance Group (MSIG) mengaku perusahaannya datang ke Paliyan karena ingin membantu pemerintah RI dalam rehabilitasi hutan.
Awalnya perusahaan sempat sangsi karena wilayah Paliyan termasuk daerah yang kering dan gundul akibat penjarahan kayu. Kesuksesan hutan Wanagama menjadi pemantik semangat untuk menghijaukan hutan Paliyan.
“Akhirnya program ini tetap kita jalankan, kita menggunakan Dana Sosial Lingkungan Hidup dan berharap apabila program ini berhasil maka manfaatnya akan berkesinambungan dari generasi-generasi. Tapi kalaupun program ini tidak berjalan dengan baik artinya kita sudah berusaha untuk berkontribusi membangun hutan Indonesia,” katanya.
Setelah komitmen terwujud setidaknya ada langkah teknis dan non teknis untuk memulai penghijauan. Pertama pihaknya terus berkoordinasi dengan BKSDA dan tokoh- tokoh masyarakat sebagai bentuk kearifan lokal. Selain itu melakukan pendekatan sosial masyarakat ke empat desa sekitar kawasan SM Paliyan.
Secara teknis pihaknya bersama BKSDA melakukan penentuan jarak tanam. secara teknis kehutanan dengan kondisi Paliyan berupa batu bertanah, seharusnya jarak tanamnya rapat untuk mempercepat proses penutupan lahan dan mempercepat terbentuknya iklim mikro. Akan tetapi pihaknya mengakomodir kepentingan petani dengan membuat jarak tanam yang cukup lebar yaitu 6 meter x 2 meter.
“Berdasarkan perjanjian kerjasama dengan Kementerian Kehutanan luasan tahap 1 untuk program kerjasama Mitsui Sumitomo ini seluas 300 hektare yang dibagi ke dalam 3 periode tanam. setiap periode tanam kita menyiapkan bibit kurang lebih 100 ribu batang,” katanya.
Gunawan menerawang jauh di tahun pertama yang melihat 60% lebih bibit yang ditanamnya mati karena kekurangan air. Sehingga di tahun kedua ia menganggarkan biaya penyiraman, yang dalam konsep penanaman hutan, konsep ini tidak pernah muncul dan berbeda dengan madzab kehutanan.
“Setelah penyiraman akhirnya bisa hidup diatas 70%, itu yang membuat kita semangat lagi,” katanya.
MSIG ingin melibatkan masyarakat sekitar dalam penghijauan di SM Paliyan melalui pendekatan sosial sangat intensif dilakukan. Hal ini bertujuan mengurangi gangguan-gangguan dalam proses penghijauan tidak terlalu tinggi.
“Walaupun secara teknis bagus, tetapi apabila tidak didukung oleh masyarakat ya tanaman kita akan mendapatkan gangguan. Misalnya dimatikan dengan cara dipotong diracun,” katanya.

Suaka Margasatwa Paliyan menjadi lokasi penelitian mahasiswa keanekaragaman hayati (gunawan S Mitsui Sumitomo)
Untuk mengurangi masalah tersebut pihaknya membantu dan membina 12 sekolah dasar di wilayah penyangga SM Paliyan. Harapannya generasi mendatang dalam menjaga hutan dapat terpartri dalam jiwa mereka.
“Ada ikatan batin antara orang tua yang rata-rata memang penggarap di Suaka Margasatwa Paliyan dengan pengelola SM Paliyan, harapannya juga tidak menggagu hutan lagi,” katanya.
Gunawan yang hampir dua dekade di lapangan SM Paliyan menyampaikan tidak semua kawasan aman dari gangguan masyarakat. Menurutnya masih ada 30 persen kawasan yang sering mengalami gangguan karena masih adanya aktivitas penggarapan lahan oleh masyarakat. Ia pun ingin agar SM Paliyan betul-betul pulih dan lebat yang menjadi salah satu tempat perlindungnya satwa di Gunungkidul.
“Kemudian juga dari tutupan lahan juga bisa dilihat dari foto udaranya. Kami mendapatkan penghargaan dari Menteri Kehutanan, karena dianggap cukup berhasil dalam rehabilitasi hutan,” katanya.
Gunawan mengatakan pihaknya masih berkomitmen untuk tetap melakukan penanaman dan pendekatan sosial masyarakat. Bersama dengan BKSDA, pemeliharaan dan penghijauan hutan bukanlah mimpi.
Dedikasi, konsistensi dan kesabaran menjadi kunci bahwa hutan yang dahulunya gundul juga gersang pohon dapat tumbuh hijau dan tinggi. Hutan SM Paliyan adalah sekelumit kisah sukses tentang menjaga hutan tetap lestari di bumi nusantara. Pohon terus menjulang tinggi dan manusia menjadi aktor utama penjaga keharmonisan alam yang sesuai dengan filosofi jawa Hamemayu Hayuning Bawana.
Baca juga : Bumi Mataram dalam Balutan Energi Alam di Era Terkini







Comments