STARJOGJA.COM, Indo – Museum Batik Yogyakarta di Jalan Dr. Sutomo No.13A, Bausasran, Danurejan, menjadi ruang pelestarian budaya yang mengenalkan proses pembuatan batik kepada masyarakat. Museum yang berdiri atas gagasan pasangan Hadi Nugroho dan Dewi Sukaningsih ini menyimpan koleksi kain batik dari abad ke-18 hingga abad ke-20.
“Harapannya, museum ini bisa menjaga agar batik tetap hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya,” ujar Didik, pemandu Museum Batik Yogyakarta.
Ketika memasuki ruangan, pemandu menyambut pengunjung dengan beragam koleksi batik dan peralatan membatik seperti canting serta cap tembaga. Setiap alat dan kain memiliki cerita tentang proses panjang yang penuh makna di balik setiap motifnya.
“Batik itu bukan sekadar gambar di kain, tapi proses yang penuh ketelitian dan kesabaran,” jelas Didik.
Ia juga menjelaskan dua jenis batik yang umum dikenal, yaitu batik tulis dan batik cap. Keduanya dibedakan berdasarkan cara pembuatannya serta waktu yang dibutuhkan.
“Kalau batik tulis ditulis langsung di atas kain dengan malam, bisa selesai setengah bulan, sedangkan batik cap hanya sekitar seminggu,” katanya.
Untuk harga, batik tulis dibanderol lebih tinggi karena prosesnya lebih rumit dan detail. Sementara batik cap biasanya diproduksi massal, seperti untuk kebutuhan seragam.
“Kalau batik tulis harganya mulai Rp600.000 sampai jutaan, sedangkan batik cap sekitar Rp200.000 per lembar,” ujarnya.
Didik juga menegaskan pentingnya memahami keaslian batik supaya masyarakat tidak tertipu dengan produk printing. Menurutnya, batik asli harus menggunakan lilin atau malam batik dalam proses pembuatannya.
“Batik yang asli harus dibuat dengan malam, kalau tidak pakai itu berarti bukan batik,” tegasnya.
Bahan malam yang digunakan pun tidak sembarangan, melainkan campuran dari parafin, getah damar, dan lilin lebah. Campuran ini menghasilkan aroma khas dan tekstur yang membuat goresan batik tetap kuat dan indah.
“Dari bahan sederhana itulah lahir karya bernilai tinggi yang mencerminkan ketelatenan budaya Indonesia,” tutur Didik.
Melalui edukasi dan pameran, Museum Batik Yogyakarta terus berupaya melestarikan warisan budaya yang menjadi identitas bangsa. Setiap pengunjung diajak memahami bahwa batik bukan sekadar kain, tetapi simbol perjalanan panjang kreativitas dan kearifan lokal.
“Kami ingin setiap orang yang datang ke sini pulang dengan rasa bangga terhadap batik Indonesia,” pungkasnya.
sumber: bisnis.com
baca juga: Batik Yogyakarta Menjadi Kekuatan Ekonomi Lokal
Penulis: Syiam Safira







Comments