News

Menolak Pasien BPJS Kesehatan oleh RS, Ombudsman Sebut Langgar Regulasi

0
BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan (bisnis)
STARJOGJA.COM, Info – Kasus penolakan dan pemulangan paksa para pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh rumah sakit menjadi perhatian dari Ombudsman RI. Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menegaskan penolakan danpemulangan itu merupakan bentuk malaadministrasi layanan kesehatan.
Menurutnya kondisi ini merupakan puncak dari gunung es permasalahan mutu jaminan kesehatan nasional di tanah air.
“Fasilitas kesehatan jelas melanggar regulasi jika menolak pasien dalam kondisi gawat darurat, merujuk Pasal 174 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan,” ucap Robert, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Senin (16/6/2025).
Maka dari itu, Ombudsman menerima ragam pengaduan dan konsultasi terkait penolakan dan penundaan berlarut layanan gawat darurat, tidak memberikan layanan rawat inap tepat waktu, hingga kuota waktu dan diskriminasi layanan medis yang dialami pasien BPJS.
Ia berpendapat berbagai permasalahan tersebut pada muaranya merugikan pihak pasien, bahkan sampai ada yang meninggal dunia.
Untuk itu, Robert menyampaikan beberapa hal yang harus diperbaiki dan harus berdiri di atas kesadaran bahwa nasib publik merupakan sentral dari paradigma kerja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta BPJS dan puskesmas atau rumah sakit.
Selain itu, disebutkan bahwa harus diingat pula hukum tertinggi dalam layanan publik adalah keselamatan rakyat, termasuk dan terutama keselamatan nyawa setiap pasien dalam layanan kesehatan.
Dia menuturkan terdapat setidaknya empat poin perbaikan yang dianjurkan Ombudsman. Pertama, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus tegas dalam penegakan hukum dan penerapan sanksi administratif terhadap rumah sakit yang menolak atau memaksa pasien yang dipaksa pulang.
Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018, ia mengungkapkan tidak ada dalil rumah sakit dapat memulangkan pasien secara prematur atau batasan waktu (kuota) jumlah hari layanan.
“Pasien kategori triase hijau pun harus dalam kondisi yang sudah tak memerlukan perawatan baru bisa diperbolehkan pulang,” ungkapnya.
Poin kedua, BPJS Kesehatan harus memastikan dan terus-menerus mengedukasi rumah sakit mitra bahwa pelayanan kegawatdaruratan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Pasalnya, kata Robert, rumah sakit yang menolak atau memulangkan paksa pasien kerap beralasan beberapa layanan medis atau layanan gawat darurat tidak dicakup pembiayaan BPJS Kesehatan atau menjadi alasan pending-claim atau klaim yang tertunda selama ini.
Padahal, dikatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 secara jelas mengatur kriteria gawat darurat, termasuk yang ditetapkan oleh tenaga medis yang berwenang. Artinya, pasien dengan kondisi gawat darurat sepenuhnya dilindungi oleh fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ketiga, pemerintah daerah diminta untuk menindak Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) yang lalai dalam memberikan pelayanan pasien dalam kondisi gawat darurat lantaran kualitas SDMK menjadi penentu kondisi kesehatan pasien.
“Pemda harus mampu menjamin SDMK yang berkompeten dan berorientasi pada keselamatan manusia. Evaluasi berkala dapat dilakukan lewat audit rumah sakit, sidak berkala, monitoring kepuasan pasien, dan sebagainya,” kata Robert menegaskan.
Dia menambahkan, poin keempat, yakni Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) perlu mempertimbangkan pembaharuan akreditasi rumah sakit yang bermasalah.
Menurutnya, rumah sakit dengan rekam jejak menolak atau memulangkan pasien harus memperbaiki kualitas layanan sebelum bisa meningkatkan akreditasinya, dengan tolak ukur rumah sakit menjalankan hasil audit maupun saran perbaikan lembaga pengawas lainnya karena akreditasi juga merupakan cerminan reputasi dan kepercayaan publik.
Dirinya pun mengingatkan bahwa salah satu kejadian rumah sakit menolak pasien yang berujung meninggal dunia di Padang, Sumatera Barat beberapa waktu lalu, sudah menjadi cerminan gagalnya sistem pelayanan kesehatan. Dijelaskan bahwa kasus serupa banyak terjadi namun tidak boleh terulang kembali.
Oleh karenanya, Ombudsman mengimbau masyarakat untuk menyampaikan pengaduan atau laporan jika mengalami atau menyaksikan tindakan malaadministrasi pelayanan kesehatan melalui berbagai kanal resmi Ombudsman yang tersedia di pusat dan kantor-kantor perwakilan di 34 provinsi.
Sumber : Antara
Bayu

Dispar Sleman Utamakan Wisata Aman dan Nyaman di Libur Sekolah

Previous article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News