STARJOGJA.COM, Info – Tahun ini dalam prosesi Hajad Dalem Grebeg Besar memperingati Idul Adha Tahun Je 1958/2025 da prosesi yang kembali ke tradisi lama. Dalam acara ini ada enam gunungan hasil bumi diarak ratusan prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Gunungan-gunungan tersebut diberangkatkan dari Bangsal Pancaniti, Keraton Yogyakarta, lalu diarak melewati Regol Brajanala, Sitihinggil Lor, dan Pagelaran menuju halaman Masjid Gedhe Kauman. Di lokasi itu, sebagian gunungan didoakan dan langsung dibagikan kepada masyarakat.
Tiga gunungan lainnya didistribusikan ke Pura Pakualaman, Ndalem Mangkubumen dan Kompleks Kepatihan.
“Grebeg bukan sekadar perayaan, tetapi manifestasi filosofi masyarakat Yogyakarta yang menjunjung keteraturan, hormat pada pemimpin, dan syukur atas berkah,” ujar Penghageng Kawedanan Hageng Kridhomardowo Keraton Yogyakarta KPH Notonegoro.
Dalam prosesi pembagian gunungan ke Kompleks Kepatihan, pada tahun ini prosesi diwarnai dengan kembalinya tradisi “Nyadhong” yang selaras dengan tata cara pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Sesuai tradisi itu, Pelaksana harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Tri Saktiyana menjemput langsung gunungan dari keraton, kemudian dibawa ke Kompleks Kepatihan dengan kawalan Bregada Bugis.
“Dari Kepatihan yang datang ke keraton untuk ‘nyadhong’ atau meminta gunungan, lalu dibawa pulang dan dibagikan,” ujar Notonegoro.
Selain di Kepatihan, pembagian gunungan juga berlangsung di Masjid Gedhe Kauman, Pura Pakualaman, dan Ndalem Mangkubumen.
Sebanyak 10 bregada prajurit Keraton Yogyakarta turut mengawal jalannya prosesi, yakni Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa.
Bregada Bugis secara khusus mengawal jalur distribusi hingga ke titik akhir di Kepatihan, sementara dua bregada dari Pura Pakualaman, yaitu Dragunder dan Plangkir mengawal prosesi menuju Pura Pakualaman.
Dalam prosesi kali ini, Keraton juga menampilkan rekonstruksi kehadiran prajurit putri Langenastra. Mereka tampil menari tayungan menuruni tangga Sitihinggil di belakang barisan Mantrijero saat lampah macak.
Atraksi tersebut sebagai wujud menghidupkan kembali tradisi lama dari era kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
“Tata cara ini mengacu pada pranatan adat lama untuk menjaga kesakralan dan kelancaran prosesi,” ujar Ketua Pelaksana Grebeg Besar 2025, KRT Kusumanegara.
Selama rangkaian prosesi Grebeg Besar, kawasan Keraton Yogyakarta diberlakukan sebagai zona larangan terbang (no fly zone) dari permukaan tanah hingga 150 meter. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga kelancaran serta memberikan penghormatan terhadap jalannya Hajad Dalem tersebut.
Berkaitan peringatan Idul Adha di lingkungan Keraton, jam operasional wisata Kedhaton ditutup selama dua hari, yakni Jumat (6/6) dan Sabtu (7/6). Sementara itu, wisata Tamansari dan Wahanarata hanya ditutup pada Jumat (6/6).
Sumber : Antara
Comments