STARJOGJA.COM, Info – Prosesi Ganti Dwaja Kadipaten Pakualaman berjalan khidmat dengan melibatkan dua kelompok prajurit, yakni Bregada Pelakir yang mengenakan baju hitam dan Bregada Lombok Abang berbaju merah. Upacara Ganti Dwaja berlangsung setiap 35 hari sekali, tepatnya pada Sabtu Kliwon.
Pihak Pakualaman sekaligus Koordinator Atraksi Budaya, Doni Surya Megananda menuturkan prosesi ini adalah salah satu tradisi. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan atas kelahiran adipati yang sedang bertahta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Sri Paduka Paku Alam X.
“Jadi, sebenarnya yang paling utama dalam acara ini adalah Upacara Adat dari Kadipaten Pakualaman, tetapi pada era keistimewaan atas panglilah dalem dari KGPAA Paku Alam IX yang meminta pada Dinas Pariwisata DIY untuk mendukung acara ini sebagai bentuk atraksi wisata budaya,” ujar Doni.
Berjalannya Prosesi Ganti Dwaja dengan dilanjutkannya parade mubeng benteng atau mengelilingi tembok luar Pakualaman. Kedua bregada bergerak keluar, berjalan dari regol, kemudian belok kiri menuju Jalan Harjono dan Jalan Purwanggan, selanjutnya ke Jalan Harjowinatan dan Jalan Masjid Pakualaman, lalu kembali masuk Pura Pakualaman.
Selain itu, di Alun-alun Sewandanan menghadirkan atraksi kesenian seperti Tari Macan Kumbang, Jaranan Perang Celeng, dan Singo Barong menjadi sebuah wisata budaya yang menarik antusiasme masyarakat. Pelestarian kesenian ini memberikan ruang ekspresi bagi seniman daerah.
“Atraksi wisata budaya ini mengundang kesenian rakyat dari lima kabupaten dan kota di DIY, itu akan tampil bergiliran setiap Sabtu Kliwon, kali ini kesenian dari Kabupaten Bantul,” jelas Doni.
Selain melestarikan budaya, kegiatan ini juga menjadi wadah pemberdayaan ekonomi masyarakat. UMKM lokal turut dilibatkan dengan menyediakan tenda-tenda bazar di sekitar lokasi acara.
Kegiatan ini menjelma menjadi semacam pesta rakyat yang dirindukan oleh masyarakat sekitar. Keberadaan tenda UMKM diharapkan menjadi penggerak perekonomian warga.
“Kami mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, Dinas Pariwisata DIY, kelompok kesenian, dan kelompok UMKM menjadi mitra penting dalam penyelenggaraan prosesi acara ini,” tambah Doni.
Meski apresiasi terhadap kesenian rakyat semakin meningkat, tantangan pelestarian tetap ada. Banyak kelompok kesenian tradisional yang belum mendapatkan tempat layak di masyarakat modern.
“Namun, Kadipaten Pakualaman bertekad menjadikan kesenian rakyat sebagai bagian dari wajah budaya Yogyakarta. Tak hanya sebagai tontonan, tapi juga sebagai penggerak budaya dan ekonomi,” ujar Doni.

ganti dwaja pakualaman (Ernita Putri Andini)
Di sisi lain, seorang pengunjung wisata atraksi budaya asal Wonosari mengungkapkan kegemarannya terhadap tradisi setempat.
“Saya memang suka kesenian tradisional, kebetulan suami dan anak saya juga menyukainya. Setiap Sabtu Kliwon pasti saya kesini,” kata Sri, salah satu pengunjung wisata budaya.
Ia menjelaskan perasaannya setelah menyaksikan pertunjukan tersebut, baginya ini menjadi contoh tradisi yang harus terus dilestarikan.
“Saya merasa sangat senang dan terhibur dengan adanya acara seperti ini, selain menjaga tradisi dan budaya, ini juga bisa dijadikan asebagai ajang promosi agar masyarakat luar dapat mengenal warisan budaya yang ada,” tambah Sri.
Prosesi Ganti Dwaja tidak sekadar menjadi rutinitas adat, tetapi juga menjadi ruang kolektif untuk merawat identitas budaya dan memperkuat ekonomi lokal. Harapannya, kegiatan ini dapat terus berlangsung secara berkelanjutan dan menjadi ikon budaya yang mendunia dari jantung Yogyakarta.
Baca juga : Upacara Ganti Dwaja Bregada Jaga Pikat Wisatawan
Penulis: Ernita Putri Andini
Comments