STARJOGJA.COM, Info – Daerah Istimewa Yogyakarta melalui berbagai media penyiaran lokalnya memiliki peran strategis dalam melestarikan dan mengimplementasikan kebudayaan tradisional serta mengembangkan budaya seperti seni rupa. Baik radio, televisi, maupun platform digital kini didorong untuk menyuguhkan konten berbasis kearifan lokal sebagai bagian dari upaya menjaga identitas budaya masyarakat Yogyakarta.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY, Hazwan Iskandar Jaya, menegaskan pentingnya peran media dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai budaya. Menurutnya, media bukan hanya sebagai saluran informasi, tetapi juga sebagai kurator dan filter dari gempuran budaya luar.
“Radio memiliki peranan yang sangat penting, dapat memberikan inspirasi dan imajinasi sesuai dengan karakter pendengarnya terhadap suatu budaya tertentu,” kata Hazwan.
Selain itu, Hazwan menjelaskan bahwa penyiaran lokal memiliki regulasi proporsi konten dalam siaran. Untuk radio, 60 persen isi siaran harus memuat konten lokal, sedangkan televisi sebesar 10 persen.
Konten lokal tersebut, mencakup budaya, Pancasila, UUD, hingga bahasa daerah. Bahasa Jawa menjadi bentuk konten lokal yang harus dilestarikan, misalnya dalam membaca berita dan menyampaikan informasi menggunakan bahasa daerah.
“Anak muda harus bangga dan mengekspresikan kebudayaan dengan gaya mereka sendiri. Kami bahkan berharap anak muda dapat mewujudkan siaran konten lokal yang dapat menjadi keunggulan DIY dengan begitu kebudayaan dapat bertumbuh dan berkembang melalui teman-teman media,” tambah Hazwan.
Senada dengan Hazwan, perwakilan Keraton Yogyakarta, KPH Purbodiningrat, juga menyatakan bahwa Keraton sebagai pusat kebudayaan Yogyakarta aktif mendukung pelestarian budaya melalui berbagai platform media. Salah satunya melalui produksi podcast dan unggahan di media sosial, yang bertujuan menjangkau generasi muda.
“Setiap hari di Keraton Yogyakarta ada penampilan spesial yang jadwalnya bisa dicek melalui instagram. Selain itu, Keraton juga sudah membuat podcast bersama para putri dalem untuk mengenalkan budaya secara lebih dekat ke masyarakat,” ungkap KPH Purbodiningrat.
Ia juga menyoroti kekuatan radio dalam menyampaikan kebudayaan karena kekuatan suara yang mampu memunculkan imajinasi. Menurutnya, siaran seperti sandiwara radio atau ketoprak berbahasa Jawa dapat kembali dihidupkan dalam bentuk yang lebih modern agar menarik minat generasi muda.
Meskipun peluang besar terbuka, tantangan dalam pengembangan konten lokal tetap ada. Di antaranya adalah keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran, terbatasnya SDM dapat disiasati dengan diadakannya pelatihan penyiar untuk menyampaikan konten budaya, termasuk dalam bahasa Jawa.
“Kita harus selalu adaptif dan relevan dengan kemajuan zaman, media-media penyiaran dapat mewujudkan sesi-sesi kebudayaan DIY dengan menggunakan Bahasa Jawa yang inovatif sehingga akan menarik minat dan motivasi anak muda dalam melestarikan budaya yang ada,” ujar KPH Purbodiningrat.
Sebagai bentuk dukungan, pemerintah DIY juga telah mengalokasikan dana keistimewaan yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi dan mendokumentasikan budaya dalam bentuk audio visual. Keraton Yogyakarta pun turut menyediakan asetnya bagi keperluan produksi konten penyiaran budaya.
Di akhir pernyataannya, KPH Purbodiningrat berharap media penyiaran tetap mempertahankan kualitas konten sekaligus tidak melupakan akar budaya lokal yang menjadi ciri khas Yogyakarta.
“Harapan saya kepada dunia penyiaran, tetap memproduksi konten berkualitas tanpa meninggalkan budaya lokal agar bisa tetap menarik minat masyarakat,” pungkasnya.
Penulis: Ernita Putri Andini
Comments