STARJOGJA.COM, JOGJA – Masyarakat Diajak Gempur Rokok Ilegal. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang punya sejumlah manfaat.
Pejabat Fungsional PBC Ahli Pratama Bea dan Cukai Yogyakarta, Indah Widyaning Ayu, menuturkan bahwa pemanfaatan dana cukai tak lain ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat.
“Cukai itu dari masyarakat kembali ke masyarakat,” tutur Indah kepada Radio StarJogja..
Lebih spesifik, Indah menyebut angka 2% yang harus dialokasikan untuk penyelenggaraan program-program penyejahteraan masyarakat. Selebihnya, pemerintah daerah dapat memanfaatkannya untuk peningkatan pelayanan hukum, kualitas lingkungan, maupun fasilitas kesehatan.
Meski begitu, realisasi dana cukai tak bisa asal-asalan. Pemerintah perlu melakukan kajian strategis sebelum menentukan program yang akan dicanangkan.
“Jadi sudah ada pakemnya ya, nanti ada laporannya,” beber Indah
Ia pun menyampaikan bahwa cukai tidak diberlakukan ke semua produk. Ia menyebut tiga komponen barang yang menanggung beban cukai, yaitu etanol, miras, dan olahan tembakau.
“Tidak semua barang kena cukai,” katanya.
Besarnya manfaat cukai ini mendorong pemerintah untuk terus menggenjot upaya pemberantasan produk-produk ilegal non-cukai. Salah satunya adalah olahan tembakau (rokok) yang acap kali melanggar ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Gunungkidul, Edi Basuki S.IP., M.Si., menuturkan bila pihaknya terus aktif melakukan operasi. Selama sebulan lalu, dirinya dan tim telah menyelenggarakan operasi sebanyak empat kali.
“Biasanya menyasar wilayah-wilayah yang ada potensi rokok ilegal seperti daerah-daerah perbatasan. Juga yang ada pasar-pasar besarnya,” ungkapnya.
Perlu diketahui, praktik peredaran barang non-cukai dapat dijerat hukuman pidana. Pelaku atau sindikat bisa dikenakan kurungan penjara hingga lima tahun.
Dalam praktiknya, Edi mengakui bahwa pihaknya tidak bersikap saklek saat melakukan operasi. Satuannya lebih mengedepankan pendekatan edukatif terutama ketika berhadapan dengan pedagang kecil.
“Jadi jangan langsung pidana lah. Edukasi yang kita kuatkan,” ujarnya.
Selaras dengan Edi, Indah menambahkan bila mayoritas pelaku home industry dan pedagang kecil belum tahu soal aturan cukai. Namun, ia menyangsikan bila ada produsen besar yang masih enggan membayar cukai.
“Kalau ada produsen besar, perusahaan lah ya, kok tidak mau bayar cukai, itu pasti modus,” tudingnya sembari berkelakar.
Menurutnya, praktik enggan membayar cukai oleh produsen besar menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Hal ini berarti menghilangkan anggaran yang seyogyanya bisa digunakan untuk menyejahterakan rakyat.
“Itu (kerugian) hitungannya triliunan. Rokok itu cukainya Rp440 / batang. Dalam satu bungkus rata-rata 20 batang, berarti hampir Rp9000 lah. Kalau perusahaan itu sehari memproduksi ribuan bungkus, berarti berapa banyak cukai yang harus dibayar?” kata Indah.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media. Harapannya, masyarakat dapat semakin jeli dalam mengidentifikasi produk cukai dan non-cukai.
Selain itu, pemerintah juga mengajak agar masyarakat turut mengawal peredaran produk rokok di pasaran. Partisipasi masyarakat amatlah penting untuk menekan peredaran produk-produk ilegal.
“Jangan ragu untuk melapor ke Satpol PP atau Bea Cukai. Semua bisa. Rahasia pelapor akan kami rahasiakan serahasia mungkin,” imbau Indah meyakinkan.
Reporter : Imam
Comments